Beredar! Dokter Zulkifli Bongkar Kasus ‘Berkas Aneh’ Joko Widodo di Pilgub DKI, Katanya “Ini Bisa Jadi Kloning”

Belakangan jagat media sosial dan politik Indonesia digegerkan oleh pernyataan Zulkifli bukan pejabat besar, tapi sosok yang mengklaim punya pengetahuan langsung soal kejanggalan dokumen Jokowi saat maju di Pilkada DKI Jakarta 2012. Zulkifli mengaku mendapat kisah itu dari kawannya, Deni Iskandar, yang pada waktu itu tergabung sebagai tim sukses Jokowi.

Menurut Zulkifli, Deni pernah merasa ada yang janggal saat memeriksa berkas pencalonan terutama foto di ijazah dan dokumen lain. “Foto di berkas itu berbeda dengan orang yang datang,” katanya, menirukan curhatan Deni. Karena penasaran, Zulkifli pun mengaku menempuh perjalanan jauh ke Surabaya tempat tinggal Deni hanya untuk mengonfirmasi: apakah benar ada perbedaan antara berkas dan orang aslinya. Hasil pertemuan, menurut Zulkifli, memperkuat kecurigaannya bahwa dokumen itu bisa jadi hasil manipulasi besar: bahkan menyebut kemungkinan kloning identitas “ini operasi besar”, katanya.

Kisah ini kembali mencuat setelah pernyataan dari salah satu politisi, Beathor Suryadi, yang menuduh bahwa ijazah Jokowi pernah dicetak ulang di kawasan Pasar Pramuka sebelum mendaftar ke KPU DKI. Tuduhan itu memantik kembali ingatan Zulkifli terhadap cerita lama Deni hingga akhirnya ia angkat bicara ke publik.

Menurut Zulkifli, kesan bahwa dokumen itu “aneh” bukan hanya soal foto; dalam percakapan dengan sejumlah kenalannya termasuk mereka yang disebut berkecimpung di dunia intelijen ia mendengar klaim bahwa praktik “penyamaran”, bahkan “kloning identitas”, bukan hal mustahil. “Dulu kata teman‑teman saya kalau zaman sekarang bisa dikloning… saya makin ngeri,” katanya.

Sementara itu, kubu yang menolak klaim ini termasuk pengacara Jokowi, Rivai Kusumanegara bersikap tegas: tudingan tersebut disebut sebagai “informasi bebas yang tidak punya nilai pembuktian”.

Dengan begitu, publik kini dihadapkan pada dua jalur narasi yang sangat kontras: dari satu sisi, tudingan serius bahwa dokumen pencalonan salah satu figur paling penting di Indonesia pernah “aneh” bahkan dicurigai hasil dari manipulasi besar; dari sisi lain, penolakan keras bahwa klaim tersebut tidak berdasar dan kurang bukti.

Intinya: persoalan ini membuka kembali diskusi panjang soal validitas dokumen politik, rekam jejak kandidat, hingga bagaimana masyarakat memverifikasi informasi di era di mana data bisa disebarkan massal tapi juga dimanipulasi dengan mudah.